Rabu, 21 Oktober 2015

NU & Sukarno .bypuput


Banyak yang bertanya tanya, apakah NU itu semacam ormas semangka ? Luar hijau tapi dalamnya merah. Analogi ini mengacu pada kedekatan kaum nasionalis dengan nahdliyin sejak dulu.. Kita tentu mengingat awal awal orde reformasi, Gus Dur sendiri menitipkan keponakannya untuk ditaruh di PDI P. Selain itu konsistensi NU dalam menyikapi masalah kebangsaan dari bingkai pluralisme, menjadi benteng terhadap gerusan ide ide sectarian dan negara Islam. Tentu kita harus menarik garis merah sejarah bagaimana nasionalisme melalui Sukarno bisa bertautan dengan Islam.
Pada tahun 1930an, tulisan tulisan Sukarno tentang kebangsaan, sudah dibaca dan dikagumi di kalangan pesantren.. Khususnya tulisan Sukarno “ Mencapai Indonesia merdeka “ yang memberikan obor semangat nasionalisme pada para santri. Sehingga walau tidak ada bukti kedekatan fisik antara Sukarno dan NU, namun dalam tingkat ide, pemikiran Sukarno bukan sesuatu yang asing bagi NU.
Ini menjelaskan artikel “ Riwayat singkat Nahdlatul Ulama “ dalam Majalah Gema Muslimin – yang dimuat Feb 1945 – menulis bahwa para santri di Tebu Ireng tahun 1930an sudah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya setiap hari kamis, setelah mata pelajaran terakhir.
Pada muktamar NU ke 25 di Surabaya tahun 1940, NU justru melihat Sukarno – yang saat itu dalam pembuangan – menjadi calon pemimpin Indonesia yang mumpuni jika Indonesia merdeka kelak. Saat itu dibuat semacam konvensi Presiden masa sekarang, yang dipimpin oleh KH Mahfud Siddiq. Mereka berkumpul memilih nama nama calon pemimpin yang muncul dari tokoh tokoh pergerakan Islam atau kebanggasaan. Dari 11 ulama senior dalam pemilihan konvensi itu, 10 memilih Sukarno dan 1 memilih Hatta.
Menarik mengapa justru Sukarno yang sekular yang terpilih, bukan Hatta yang dari permukaan tampak lebih Islami.
Ada beberapa persamaan Sukarno dan NU. Sama sama Jawa Timur dan sama sama mencintai kebudayaan lokal, sehingga agama dan budaya bisa menjadi satu, menjadi Islam. Namun lebih dari itu, sejak lama NU mengamati tulisan tulisan Sukarno, dan khusus pada tulisan ‘ Nasionalisme, Islam dan Marxisme ‘.
Mereka terpukau bahwa Sukarno menawarkan titik temu antara nasionalisme dan Islam. Ini menunjukan kesamaan pola pikir, NU mempunyai metodologi yang nyaris sama. Gemar menyatukan dua hal yang tampaknya berbeda.

Jepang memiliki peran penting dengan menggabungkan kekuatan nasionalis dan Islam dalam satu badan. Sukarno dan KH Hasyim Asya’ri diangkat Jepang menjadi pembesar diJawa Hokokai, sebuah organisasi bentukan Jepang untuk memobilisasi pengabdian rakyat Hal mana pada jaman Belanda, kaum Nasionalis dan Islam selalu berdiri sendiri sendiri. Walau Jepang sendiri tidak melihat bahwa Sukarno akan menjadi peran penghubung antara kelompok Islam dengan Jepang. Sehingga Jepang justru mendatangkan orang Jepang muslim, Haji Abdul Muniam Inada dan Haji Muhammad Saleh Suzukiuntuk mendekati golongan Islam.
Dalam Jawa Hokokai, KH Hasyim Asya’ri, yang juga sebagai ketua Masyumi bentukan Jepang juga, banyak melihat bagaimana Sukarno secara pragmatis melakukan negoisasi dengan Jepang,
Ketika 15 Agustus 1944, Soekarno berhasil membujuk Jepang untuk mengijinkannya membentuk Barisan Pelopor, sebuah organisasi nasionalis yang menggerakan para massa rakyat. Maka KH Hasyim Asya’ari juga meminta diijinkan membentuk barisan bersenjata sendir, yang diresmikan tgl 4 Desember 1944. Barisan massa Islam ini dinamakan Hisbullah yang artinya Barisan Tentara Allah.
Titik temu Sukarno dan NU terbentuk lebih intens saat rapat rapat BUPKI. Badan yang beranggotakan 62 orang itu, 15 diantaranya merupakan wakil golongan Islam, termasuk wakil NU KH. Masykur dan KH Wahid Hasyim.
Dari mereka, Sukarno mengenal pesantren lebih dekat, karena mereka menunjukan simpati yang besar terhadap nasionalisme berdasarkan kerakyatan. Ini cocok dengan paham Sukarno yang nasionalis dan marhaen.
Dalam sidang BPUPKI berikutnya terjadi perdebatan keras antara kelompok islam dan nasionalis sekuler. Sejak pidato Soepomo tgl 31 Mei 1945, Hatta sudah meminta agar agama dipisahkan dengan negara. Walau Soepomo menyinggung yang dimaksud negara dan agama bersatu padu, alasannya Islam itu sebuah sistem agama, sosial, politik yang bersanadar atas Al Qur’an sebagai sumber dari segala susunan hidup manusia.
Dalam perdebatan itu, Sukarno menganjurkan kelompok yang mendukung negara Islam agar menjunjung agama Islam melalui permusyawaratan atau parlemen. Dengan kata lain, Islam tidak boleh diistimewakan ( dilembagakan ) tapi diperjuangkan melalui parlemen ( DPR ). Bila sebagian besar mereka beragama Islam, maka Undang undang yang dihasilkan merupakan undang undang yang sesuai dengan Islam. Apa yang diucapkan Sukarno kelak dikenal dengan hari lahirnya Pancasila.

Senin, 09 Februari 2015

tentang banjir

Tiba tiba saja negeri ini seperti dikutuk karena bencana banjir dimana mana. Manado, lalu sepanjang pantai utara Jawa mulai dari Karawang sampai ujung perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tentu saja, Jakarta yang menjadi langganan setiap tahun. Tambahan letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara seakan menggenapi lirik tanah bencana. Khusus Jakarta. Siapapun Gubernurnya jadi tergagap gagap menghadap banjir yang datang.. Mengapa tidak ? Jika berita di media online sudah mengatakan, “ Ketinggian air di Katulampa, Bogor sudah mencapai siaga 1. Banjir kiriman segera datang “. Sesuai hukum alam, air akan mengalir ke dataran rendah. Artinya Jakarta hanya bisa pasrah, dalam hitungan sekian jam akan menerima limpahan air yang menerjang. Mengamuk kemana mana. Sebenarnya dari jaman dulu banjir selalu memusingkan penguasa Batavia. Banjir besar terjadi pada tahun 1872, sehingga Sluisburg (Pintu Air) di dekat Harmoni ini jebol. Kita tidak tahu seberapa besar banjir waktu itu. Yang pasti ketika itu Ciliwung meluap dan merendam pusat perdagangan di tengah kota seperti pasar baru dan sepanjang jalan yang sekarang menjadi Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Banjir besar lainnya terjadi 1918. Hujan yang turun terus menerus sepanjang bulan Januari dan Februari membuat Batavia kembali kebanjiran. Kali ini hampir seluruh kota terendam seperti daerah yang sekarang menjadi Gambir. Pejambon dan Cikini. Ini membuat Pemerintah Hindia Belanda membangun proyek banjir kanal, dan beberapa kali sodetan. Kalau ditambah dengan kali yang ada, saat itu memang Jakarta memiliki banyak sungai. Secara kasar ada 18 sungai membelah wilayah seperti Kali Angke, Kali Grogol, Kali Gunung Sahari, Kali Sunter. Ada lagi kali yang menghubungkan satu sama lain, seperti Kali Besar dengan Kali Krukut. Begitu banyak sungai karena memang awalnya Batavia dibangun oleh Jan Pieterzoon Coen, merupakan daerah rawa rawa di dataran rendah. Seandainya Jakarta dibangun di daerah yang lebih tinggi, mungkin tidak akan memusingkan para penguasa penerusnya. Tapi pendiri kota memang membutuhkan Batavia di tepi laut , sebagai kota pelabuhan. Jaman itu banyak sungai sungai kecil yang dibangun Belanda sebagai replika dari negeri asalnya sana. Mereka menggali kanal kanal yang disebut Grachten. Kali kali atau Grachten ini menjadi sarana utama angkutan barang antar wilayah yang menggunakan sampan atau perahu. Sedikit banyak memang kanal kanal sodetan menjadi pencegah banjir. Setelah tahun 1918, baru tahun 1930, Batavia kembali dilanda banjir, walau tidak sehebat banjir tahun 1918. Ini berbeda dengan jaman sekarang, dimana hampir setiap tahun kita penduduk Jakarta harus berjibaku dengan bencana banjir yang rutin. Fungsi sungai Ciliwung sudah mengalami pendangkalan. Jika kita membaca catatan sejarah masa lalu, kedalaman sungai bisa mencapai 5 sampai 10 meter dengan air yang relatif bersih. Bahkan sampai tahun 1960an, masih banyak dijumpai buaya di Sungai Ciliwung di daerah Condet. Kini Sungai Ciliwung sudah menjadi kotor, dipenuhi sampah dan dalamnya mungkin hanya 1 – 2 meter. Banyak kali dan sungai yang telah hilang atau berubah fungsinya. Misalnya kali Krukut yang dulu menghubungkan wilayah tanah abang dengan Harmoni, kini menjadi got sempit. Sebenarnya sesimpel itu. Alam yang berubah karena manusia serakah dan bodoh yang menyebabkan keseimbangan terganggu. Aturan perundangan yang merusak lingkungan seperti Perpu nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan atas UU no 41/1999 tentang Kehutanan, yang mengijinkan eksploitasi pertambangan di kawasan hutan lindung. Belum lagi pemberian ijin terhadaop pembangunan rumah, real estate di wilayah resapan air, seperti daeah aliran sungai atau situ/rawa. Kita teringat bagaimana Pantai Indah Kapuk merubah ekosistem hutan bakau seluas 850 ha menjadi pemukiman elit yang menyebabkan banjir di kawasan Jakarta Barat. Padahal dulu selama beratus ratus tahun kawasan Cengkareng disana tak pernah banjir. Lalu bagaimana kawasan Kelapa Gading yang dulunya sebagai kawasan rawa rawa ? Hujanpun kembali disalahkan dan kalau bisa dibuang keluar Jakarta. Pemprov harus merogoh kocek 20 M hanya untuk membuat rekayasa cuaca, menyebar garam garam dengan pesawat Hercules, agar hujan menyingkir ke atas Selat Sunda. Kuasa Tuhan harus dikalahkan dengan teknologi buatan manusia. Padahal hujan tak pernah begitu ditakuti seperti jaman sekarang. Kalau sudah begini, saya teringat puisi Sapardi Djoko Damono , “ Sihir Hujan “. Ya, siapa yang bisa menolak sihir itu. Bahkan uang 20 Milyarpun tak mampu mencegahnya. Hujan mengenal baik pohon, jalan dan selokan. Swaranya bisa kau beda bedakan. Kau akan mendengarnya meski sudah kau tutup pintu dan jendela. Meskipun sudah kau matikan lampu. Hujan, yang tahu benar membeda bedakan, telah jatuh di pohon, jalan dan selokan. Menyihirmu agar sama sekali tidak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan.

Kamis, 01 Januari 2015

prediksi 2015

Prediksi 2015tuntutan kaum reformisi sampai detik ini belum terpuaskan atau terobati. Secara awam kaum reformis adalah kaum perubahan atau kaum sakit hati terhadap Rezim ORBA .Mereka mempunyai semangat tinggi dan militan untuk merubah nasib mereka dan nasib bangsanya.kaum reformis dijaman soeharto merupakan kaum yang tertindas,tertindas demokrasi dan kebebasan berbicaranya.di era sekarangpun yang katanya era reformasi kaum reformis yang sesungguhnya tersisihkan tergolek disamping istana Sebagian kaum yang dulunya adalah kaum reformis yang sekarang duduk disenayan atau masuk lingkaran istana terlena dengan fasilitas dan kekuasaan bahkan lupa atau melupakan amanah reformasi itu sendiri.sementara kaum reformis militan yang tersebar di seluruh pelosok negeri terus menerus meneriakan dan menuntut keadilan,inilah ironi demokrasi. Tahun 2014 adalah akhir 1 dekade era yang katanya pemimpin reformis berkuasa.tapi di mata kaum reformis militan atau kaum reformis sungguhan era itu atau rezim itu telah menghianati amanah reformasi mereka.sesungguhnya tahun 2014 adalah awal lahirnya reformasi jilid II ,maka siapapun yang kelak  di tahun 2014 jd presiden akan mengemban amanah dan tugas yang jauh lebih berat dibanding rezim sebelumnya .di era yang katannya reformasi rakyat justru banyak kecewa terlebih2 kaum reformis yang tersisishkan.Pilpres 2014 adalah pertarungan ronde ke 2 antara kaum reformis sungguhan dan kaum yang mengaku2 reformis. jika pemenang pemilu/pilpres 2014 tidak mampu mewujudkan harapan para kaum reformis dan rakyat pada umumnya , Maka tahun 2015 akan menjadi titik didih sekaligus titik awal perlawanan kaum reformis jilid II,yang tentunya akan lebih dahsyat dibanding perlawanan reformis jilid 1 saat menjmbangkan OrdeBaru,itu lah betapa beratnya tugas yang akan di emban oleh presiden 2014 terpilih nanti . Usaha yang harus di lakukan oleh presiden terpilih nanti tentunya harus menggandeng kaum2 militan itu masuk dalam barisannya di istana,tapi tentunya tidak bisa mengakomodir semuanya dan tidak akan memuaskan semua nya.kaum militan reformasi di negeri ini sangat banyak ,bercokol di kampus2,di organisasi kemasyarakatan,bahkan masuk dalam struktur beberapa partai,dan mereka2  itulah yang akan melakukan perlawanan habis2an kpd presiden terpilih jika presiden terpilih tdk tdk pro rakyat,tidak anti korupsi serta tidak berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.Kelak tugas presiden terpilih selain mengurus rakyat juga harus piawai mengakomodir kelompok2 tsb,jika tdk ,kelompok2 itu akan menjadi bom waktu yg kapan sj siap meledak atau sengaja di ledakan oleh sebuah kepentingan.kaum reformis merasa bahwa kaumnya lah yang berjasa mmbuat perubahan di negeri ini salah satunya menumbangkan rezim orde baru,sementara yang menikmatinya justru masih orang2 orde baru dng topeng reformisnya ,itu lah alasan mereka.tahun 2015 akan lebih berat bagi presiden baru jika sang presiden 2014 Tidak menjalankan amanah rakyat ,dan masih meneruskan praktek2 korupsi kolusi dan nepotisme maka akan muncul kelompak  ke 2 sebuah kelompok dari dalam kubur kelompok underground yang bernama kelompok revolusioner ,kaum yang menginginkan revolusi,jika ke 2 kelompok ini bergabung maka akan menjadi kekuatan yaang lebih dahsyat di banding kekuatan saat menumbangkan orde baru,.seyogyanyalah presiden pemenang 2014 nanti benar2 amanah pro rakyat ,anti korupsi ,sosialis demokratis kerakyatan ,anti kapitalis dan tidak takut intervensi asing  jika demikian maka kaum reformis dan kaum revolusioner tdk punya alasan untuk mengulingkannya di masa 1 tahun kepeminpinanya (2015) . Hutang politik rezim reformasi jilid satu saja belum terbayarkan,kekecewaan rakyat terhadap tuntutan reformasipun belum terobati ,sepatutnya presiden pemenang pilpres 2014 nanti harus mampu menahan syahwatnya,mendidik kadernya untuk tidak korupsi dan tegas menindak nya jika ada pejabat yg korupsi, Di awal kepemimpinan presiden terpilih nanti akan mengalir deras berbagai macam tuntutan,tuntutan akan ketidak adilan yg selama ini tidak terbayarkan yang merupakan hutang politik atau janji presiden yg tdk di realisasikan oleh presiden sebelumnya.Di tahun 2015 juga perlu diwaspadai munculnya kelompok perubahan baru dari kelompok kelompok islam yang mungkin akan memisahkan diri dari kelopok sebelumnya membentuk kelompok baru dengan idiolodi radikal mereka ,jika sampai 3 kekuatan itu bergabung ( reformis jilid II,revolusioner,kelompok islam garis keras) dan kemudian mereka bersepakat untuk menggulingkan presiden terpilih,maka di tahun 2015 hal itu kemungkinan saja terwujud.beban yg sangat berat itulah yang mungkin memunculkan pendapat presiden 2014 harus dari militer,tp tentunya militer yg tajam ke atas tunpul ke Bawah,artinya kejam dan tegas menidak pejabat bejat dan kader2 korup tp bijak terhadap rakyat ,mengayomi,dan mau bersujud mengakui rakyat adalah raja nya.tidak ada satupun manusia yg akan puas terhadap kekuasaan dimana yg serakah dan yg haus kekuasaan bercampur menjadi satu menjadi bagian dari sosok kaum yang katanya pro kerakyatan. Kaum sakit hati terus membakar amarah rakyat  ,jng di padamkan tp akomodir jadikan lokomotif membangun bangsa.tahun 2014 adalah awal majunya bangsa indonesia atau bahkan awal hancurnya sebuah peradaban demokrasi di bumi nusantara,yang akan berganti dng lahirnya revolusi.kita masih punya waktu untuk menentukan pilihan .bangsa ini milik kita .kalo bukan kita siapa lg yg akan peduli.semoga tahun 2014 melahirkan presiden baru yg tangguh ,gagah ,berwibawa, kuat ,amanah yg pro rakyat pro petani pro pancasila yg di landasi UUD45 sehingga prediksi ini tdk akan terwujud #salam puput

kematian adalah cara orang Indonesia menghormati orang

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargaipara pahlawannya, berawal dari kalimat itu lah saya menarik benang merah dengan beberapa kejadian di negeri ini. Sesungguhnya Orang Indonesia itu luarnya brangasan tp dalemnya sebenarnya remuk redam, mudah emosi mudah pula ketakutan.Rakyat Indonesia mudah sekali mebenci mudah pula memaafkan, mudah marah gampang pula untuk menangis.Kini Begitu banyak yg membanggakan dan memuja Soekarno tp hanya sebagian kecil yg tau begitu perihnya Soekarno di kala hidupnya,dulu soekarno di skenariokan untuk di lenyapkan sekarang jika mampu orang –orangyg memujanya ingin membangkitkannya dari alam kubur sana demi bangkitnya kembali spirit soekarnoisme . Keburukan orang akan Nampak di depan mata, tp kebaikan orang akan di rindukan ketika orang itu jauh atau sudah tiada, sama seperti pak soeharto, soeharto di gulingkan karena kebencian rakyat ( katanya), tp selepas beliau wafat muncul slogan “penak jaman ku tho” , yg dulu menghujat kini mengakui soeharto adalah bapak bangsa bahkan ada yg menginginkan beliau di angkat jd pahlawan bangsa. Pertanyaannya adalah inikah karakter bangsa?? Baru mau mengakui kehebatan/kelebihan orang setelah dia mangkat atau lengser dari jabatannya??.. Contoh saja SBY saat menjabat banyak orang yg menghujatnya , tp ketika pensiun banyak yg mengakui kehebatannya ..ucapan #terimakasigSBY pun membanjiri sudut sudut dunia nyata & dunia maya. Contohnya lagi Prabowo saat pilpres begitu di hujat di hina bahkan di fitnah tp setelah semua usai lawanpun mengatakan prabowo seorang negarawan seorang ksatria dan segala macam pujian lainnya.. DN aidit dan SM Kartosuwiryo dijamannya di cari oleh negara dan Rakyat untuk di lenyapkan, tp kini setelah mereka meninggal banyak yg mencari banyak yg ingin tau tentang pemikirannya bahkan segelintir orang mencoba kembali membangkitkan ajarannya. dimasa hidupnya kita mungkin pernah membenci teman atau handaytolan tp ketika dia meninggalkan kita lebih dulu kita menangis histeris dan merindukan dia untuk kembali datang Kenapa bangsa ini punya KEBIASAAN "baru mau mengakui kehebatan orang setelah dia meninggal-pensiun atau di lengserkan ?? APAKAH DIMATA ORANG INDONESIA KEMATIAN MERUPAKAN CARA MENGHARGAI KELEBIHAN ORANG ??!! … Bangsa ini terjebak dogma, terjabak tradisi dan terjebak kebiasan yg perlu di restorasi, biasa memelihara kedengkian tp biasa pula memelihara tangisan, tidak pernah konsisten terhadap pendirian, Pagi tempe sore kedele !! membenci sepuas hati di kala dia masih hidup tapi menangisi setengah mati ketika dia sudah tiada,apakah ini manusiawi ?? jawabanya adalah TIDAK !!, orang indonesia tidak mampu menempatkan Benci dan sayang - salah dan benar - jelek dan tampan-pintar dan bodoh setara dan sejajar. orang indonesia terbiasa menilai yg pintar adalah Raja dan yg bodoh adalah Budak raja, si kaya adalah orang hebat yg harus di hargai dan simiskin adalah si Hina yg terus selalu di hinakan. orang Indonesia terjebak dogma salah dalam menemepatkan salah dalam memposisikan dan selalu salah dalam hal cara pandang. miskin dan kaya - pintar dan bodoh bagi ku adalah setara sejajar mereka adalah penyeimbang kehidupan, tak akan akan ada sikaya kalo ga ada si miskin dan tak akan ada si jahat kalo tidak ada si baik kelebihan orang bukanlah batu pijakan untuk mengangkat harga diri kita dan kekurangan orang bukan untuk di hinakan, kelebihan dan kekurangan orang sejatinya di setarakan dijadika cerminan dan pelajaran, tak ada hitam jika tak ada putih. jika ingin baik bukan berarti kita belajar tentang kebaikan saja tapi kita juga harus tau tentang sebuah keburukan itu lah yg di maksud dng keseimbangan. sejatinya kita menghargai dan mengagumi orang itu dikala dia masih hidup dan dikala dia sudah meninggal, dikala dia sedang menjabat ataupun tdk menjabat.mengkritisi /menasehati adalah tanggung jawab semua orang tapi baik buruknya dia bukanlah tanggung jawab kita untuk menilainya.. kita hanya bisa mengambil pelajaran dari apa yg di perbuat oleh orang lain selebihnya serahkan kepada Tuhan. Bencilah orang lain tapi jangan lupa untuk mengakui kelebihannya.Mari kita biasakan menghargai jasa orang tanpa harus melihat apakah dia masih ada atau sudah tiada , masih menjabat atau sudah tidak menjabat #puputpratelo

Selasa, 18 Maret 2014

Memfilmkan ( menafsirkan ) Sukarno

Tidak seorangpun dalam peradaban modern ini yang menimbulkan demikian banyak perasaan pro – kontra seperti Sukarno. Aku dikutuk seperti bandit, dan dipuja bagai dewa – ( Bung Karno : Penyambung Lidah Rakyat ) Budayawan Umar Kayam pernah merasa kurang enak, saat memerankan sosok Sukarno dalam film ‘ Pengkhianatan G 30 S PKI ‘ terutama pada scene pangkalan Halim. Saat itu ia – Sukarno – harus menepuk nepuk pundak Brigjend Soeparjo yang melaporkan gerakan tersebut. Bagaimana tidak, bahasa tubuh yang diperankan dalam film itu jelas mengamini penonton, bahwa Sukarno merestui penculikan para jenderal. Penulis novel ‘ Para Priyayi ‘ yang mantan Dirjen Radio, TV & Film itu memang tak pernah dekat dengan Sukarno. Tapi ia tahu bahwa penguasa saat itu berkepentingan menggambarkan Sukarno menurut versi mereka, demi legitimasi rezim orde baru. Setelah Soeharto tumbang, banyak bermunculan sanggahan untuk meluruskan sejarah, diantaranya bekas panglima Angkatan Udara Omar Dhani yang hadir di Halim saat itu. Menurutnya, Sukarno justru memarahi Soepardjo dan meminta menghentikan semua gerakan. Ditambah kesaksian Ratna Sari Dewi dan ajudan Mangil, yang menunjukan ketidaktahuan Sukarno atas apa yang sesungguhnya terjadi subuh dini hari tersebut. Menafsirkan Sukarno tidak hanya medium tulisan, dalam bentuk buku. Tapi juga memasuki ruang audio visual. Tercatat ada 4 film biopic Sukarno. Hanung Bramantyo dengan “ Soekarno : Indonesia Merdeka “ sedang bersiap diputar bioskop. Ada juga “ Soekarno “ besutan Viva Westi yang bercerita kehidupan sang proklamator pada masa pembuangan di Ende. Selain itu ada versi berjudul “ Kuantar ke Gerbang “ dan “ 9 reasons, Great leader Great Lover “ yang entah jadi apa tidak memasuki produksi. Banyak harapan film film Sukarno ini akan menjadi cerita sejarah ‘ alternative ‘ kalau tidak bisa dibilang sebagai pelurusan sejarah Sukarno yang sekian lama ditulis sejahrawan orde baru. Dari pihak keluarga Sukarno sendiri berkepentingan agar sejarah Sukarno diletakan pada rel yang sesungguhnya. Menariknya para pembuat film berusaha menceritakan sejarah Sukarno dengan intepretasi masing masing. Pertanyaannya, sumber manakah yang paling sahih sebagai pemegang tafsir sejarah Sukarno ? Apakah buku buku sejarah yang sudah dipublikasikan, data data dokumentasi yang selama ini tersembunyi atau biografi Sukarno sendiri ?. Ternyata biografi Sukarno paling popular yang ditulis Cindy Adams “ Bung Karno penyambung lidah rakyat Indonesia “ telah mengalami pemutarbalikan sejarah yang tidak sesuai dengan edisi asli bahasa Inggris. Ketika buku buku Sukarno sulit ditemukan paska 1965. Justru buku ini mengalami cetak ulang beberapa kali ( 1966, 1982, 1984, 1986, 1988 ). Pada cetakan pertama, masih tertulis nama penerterjemah Mayor Abdul Bar Salim. Pada edisi berikutnya pangkatnya tidak disebut lagi. Namun ada pengantar penerbit bahwa penerjemahan ini direstui Menpangad Letjend Soeharto, selain kata sambutan dari Soeharto sendiri. Dalam pengecekan yang dilakukan Yayasan Bung Karno, ternyata ada kekeliruan terjemahan, dan penambahan alinea dalam bahasa Indonesia sejak tahun 1966, misalnya kisah Sukarno yang seolah bisa membacakan proklamasi kemerdekaan tanpa kehadiran Hatta. Bagaimana dengan sumber militer ? Kesaksian bekas ajudan Kolonel (KKO) Bambang Widjanarko kepada Teperpu ( Team pemeriksa pusat ) menyebutkan keterlibatan Sukarno pada gerakan. Anehnya pemeriksaan pada Kolonel Bambang dilakukan setelah Sukarno meninggal. Apakah ini guna menghindari dikonfrontir secara langsung ? Ajudan lainnya, Kolonel Maulwi Saelan membantah dengan mengatakan kesaksian Bambang telah diatur untuk memenuhi skenario Teperpu. Semua ini dibayar dengan tidak memasukan Bambang Wijanarko ke dalam penjara, sebagaimana yang dialami ajudan ajudan lainnya. Dalam perjalanan hidup setelah turun dari kekuasaannya, Sukarno mengalami pasang surut , dimulai dengan mencapnya secara resmi sebagai kriminal pengkhianat negara, melalui TAP MPRS No 33 tahun 1967. Dalam salah satu butir Ketetapan MPRS tersebut antara lain berbunyi: “….Bahwa ada petunjuk-petunjuk Presiden Soekarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G30S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI.” Sukarno juga mengalami karantina politik, dalam kehidupan sehari harinya. Bahkan sebelum menjalani tahanan rumah, ia dilarang memakai peci atau baju berkantung empat, yang bisa mengingatkan rakyat kepada sosok Sukarno masa silam. Setelah 17 tahun, angin berubah ketika Sukarno bersama Hatta dijadikan nama bandara baru yang baru dibangun di Cengkareng. Disusul tahun 1986, ketika Soeharto menganugrahkan gelar pahlawan proklamator, dan belum berapa lama pemerintahan SBY memberikan gelar pahlawan nasional. Sukarno adalah sosok menarik untuk dikupas dalam pergulatan sejarah perjuangannya. Namun banyak penulis atau penafsir yang gagal, karena tidak bisa memahami perspektif pribadi Sukarno yang bisa jadi sangat subyektif. Perpindahan minat Sukarno dari panggung politik ke panggung teater, semasa di pembuangan Ende, dianggap sebagai pertobatan seorang Sukarno. Saat itu dia membentuk group tonil sandiwara yang dinamakan ‘ Toneel Klub Kelimutu ‘. Sebagai sutradara dan penulis naskah – ada 12 naskah sandiwara – Sukarno menggunakan kelompok sandiwara ini untuk menyusupkan ide ide perjuangannya. Salah satu lakon yang paling terkenal adalah Dr. Sjaitan yang ditulis tahun 1936. Konon cerita itu diilhami oleh film Frankestein yang dikenal sebagai mayat yang dihidupkan kembali oleh doctor Boris Karloff. Adegan transpantasi organ tubuh ke mayat menjadi kunci yang menarik. Apakah semua penonton tahu makna adegan itu ? Sukarno sendiri pernah mengatakan, bahwa moral cerita itu adalah, Tubuh Indonesia yang sudah tidak bernyawa dapat bangkit dan hidup lagi. Bangsa Indonesia akan bangkit dari tidur panjangnya di masa penjajahan. Ia juga menciptakan naskah sandiwara yang diberi judul “ Indonesia 1945 “. Kenapa tahun 1945 ? Tidak tahu juga, apakah Sukarno semacam dukun yang bisa melihat masa depan. Dalam naskah tadi diceritakan bahwa bangsa Asia akan bangkit melawan penjajah. Kemudian “ Indonesia 1945 “ menjadi kenyataan yang diproklamasikan oleh penulisnya sendiri. Group tonil ini diakui Sukarno menjadi salah satu nafas yang membuatnya bertahan hidup di tanah pembuangan. Kasus Sukarno dianggap sebagai kolaborator dengan Jepang, menunjukan ketidaktahuan apa yang terjadi saat itu. Padahal kolaborasi yang dilakukan Sukarno, Hatta dengan Jepang itu merupakan kesepakatan tiga serangkai – Sukarno – Hatta dan Syahrir. Tentang Romusha, pada awalnya Sukarno sendiri tidak bakal menduga bahwa kerja itu akan mencelakakan bangsanya sendiri. Apalagi waktu itu Sukarno dan Hatta menggunakan pengerahan tenaga kerja sebagai cara mengurangi angka pengangguran rakyatnya. Sukarno lahir di bawah rasi Gemini. Sebuah lambang kekembaran, dua sifat yang berlawanan, sebagaimana dia pernah katakan sendiri. Dia idealis sekaligus pragmatis. Kepada Soebadio Sastrosatomo, Soebadio dan Soedjatmoko yang menghampiri Sukarno pada awal 1944 dan memprotes dukungan Sukarno terhadap Jepang. Ia mengatakan, “ dengan setan sekalipun saya mau bekerja sama andaikan dengan demikian saya dapat menolong bangsa saya “. Menyimpulkan Sukarno seorang demokratis juga tak sepenuhnya benar, karena dia memberangus koran pengrikitiknya dan memenjarakan penentangnya. Dalam biografi bekas tokoh Permesta, Ventje Sumual. Dia menceritakan Sukarno tak sepenuhnya nasionalis, karena memilih Nasution sebagai KSAD atas pertimbangan agama Islam, dibanding Simbolon yang Kristen. Alasannya karena dia membutuhkan dukungan politisi Islam di parlemen. Sumual mendengar dari Letnan Kolonel Prajogo, komandan CPM yang mendengar penuturan langsung dari Sukarno yang tak menduga kalau si komandan CPM beragama Katolik. Kebiasaan Sukarno menonton film seminggu sekali di Istana menunjukan dia sebagai sosok yang egaliter. Sukarno mengajak seluruh pegawai Istana untuk berbaur bersama bersama anak anaknya dalam ruangan pemutaran film. Dia bisa sangat marah ketika ada yang masih bercakap cakap ketika film diputar. Tapi dia juga mempersilahkan pengawal pengawalnya untuk memakan suguhan yang disediakan untuk keluarga Presiden. Sebagaimana dikisahkan oleh ajudan Mangil. Sukarno bisa tidak tega – memalingkan wajahnya – ketika melihat adegan seekor rusa yang ditembak oleh pemburu. Kisah ini melukiskan Sukarno sebagai pribadi yang hangat, terbuka, bergelora, sensitive dan sangat kompleks. Frans Goedhart, wartawan harian ‘ Het Parool ‘ yang hadir dalam perayaan proklamasi kemerdekaan pertama di Jogja pada 17 Agustus 1946, mempunyai komentar ringkas setelah ia mendengarkan pidato presiden Sukarno. “ Fier en met open vizier, zo is Sukarno “ – Gagah berani dan dengan dada terbuka, begitulah Sukarno. Dia memang sosok percaya diri sekaligus sombong. Dia pernah mengatakan kepada anak residen Bengkulu yang bertanya mengapa ia rajin sekali menghabiskan waku dengan membaca. Jawab Sukarno, ia perlu terus belajar karena dirinya adalah calon pemimpin masa depan Indonesia. Ya Sukarno seorang yang optimistis. Satu hal menurut Fatmawati, Sukarno tak pernah munafik, selalu terus terang walaupun perkataannya akan menyakiti orang lain. Sukarno memang tak pernah sembunyi sembunyi mengemukakan perasaan cintanya kepada orang lain. Dia sangat gentlemen. Berbagai hal di atas tentang pribadi Sukarno, bisa menjadi rujukan ‘ character development ‘ bagi sineas yang akan memfilmkan Sukarno. Perlu dipahami walau Sukarno seorang Jawa namun ia adalah produk Belanda yang ke-barat baratan. Ia lebih suka berbicara bahasa Belanda. Bahkan ia berpikir dalam bahasa Belanda. Ketika seorang sineas memberikan tafsir Sukarno yang berpikir dalam cara Indonesia, pasti akan membuat penokohannya tidak pas. Berbeda dengan orang Jawa pada umumnya, Sukarno tidak pernah malu untuk berani mencium gadis yang disukai di sekolah. Jika membaca yang tersurat dalam biografi Inggit Ganarsih, bisa disimpulkan Sukarno muda sudah mengisi malam malam sepi si istri pemilik rumah kosnya, yang selalu ditinggal pergi suaminya. Apakah ini menjadi semacam men-down grade karakter Sukarno ketika ditampilkan di layar lebar ? Saya rasa tidak. Itu menunjukan Sukarno yang sesungguhnya. Seorang pencinta ulung. Dalam salah satu film Sukarno yang berkisah kehidupannya di Ende. Si Bung terlihat selalu memakai kopiahnya dimana mana, termasuk di dalam rumah. Juga para anggota tonil sandiwara yang dikumpulkan, datang dengan hampir semua memakai kopiah. Tiba tiba saya bertanya, ini di Ende, Flores atau Riau, Sumatera timur ? Prosesi menyanyi Indonesia Raya sebelum pementasan di Aula Gereja Immaculata juga mustahil. Bagaimana mungkin mereka menyanyi didepan para tamu audiens yang ada orang Belandanya. Sementara Syahir di Banda, harus sembunyi sembunyi di pantai, ketika mengajarkan lagu kebangsaan. Dalam ‘ Soekarno’ nya Hanung. Saya menghargai konstruksi sejarah yang ia tampilkan untuk generasi sekarang yang tidak mengenal bapak bangsa kita, walau si Bung terlihat gloomy dan seperti kehilangan semangatnya. Saya juga tidak mempersalahkan perbedaan persepsi, misalnya Riwu Ga yang digambarkan pulang terlebih dahulu, padahal ia tetap tinggal sampai proklamasi. Tak ada yang tahu kalau Riwu Ga adalah corong kemerdekaan yang pertama. Setelah para pemuda pulang. Soekarno memanggil Riwu. “Angalai (sahabat), sekarang giliran angalai,” lalu Bung Karno melanjutkan instruksinya, “sebarkan kepada rakyat Jakarta, kita sudah merdeka. Bawa bendera.” Waktu itu hampir mustahil menggunakan radio, mengingat fasilitas masih dikuasai Jepang. Dengan menaiki jip terbuka yang disupiri Sarwoko, Adiknya Mr. Sartono, sahabat Soekarno dari PNI. Riwu berteriak dengan megaphone di jalan jalan dan gang gang Jakarta mengabarkan. Indonesia sudah merdeka. Selain itu ada versi lain, bahwa sesungguhnya Sukarno mengantar Inggit pulang ke Bandung dengan oto ( mobil ). Kartika, anak angkat mereka duduk di tengah diantara Sukarno dan Inggit. Sementara Kyai Haji Mas Mansur ikut mengantar duduk di depan, sebelah supir. Saya hanya terganggu bahwa baju baju pada masa itu terlihat sangat rapih serta orang orang yang perutnya buncit. Padahal jaman Jepang dikenal sebagai jaman susah, baik sandang maupun pangan. Tapi tafsir dari seorang sutradara, tidak ada yang lebih pas dari kemampuannya memilih cast pemeran. Terus terang Hanung memberikan yang terbaik. Namun jika saya boleh berandai andai. Saya meminta Hanung memberi porsi sedikit waktu saja kepada Inggit, ketika Sukarno membacakan teks proklamasi. Mungkin ini sangat personal. Bagi saya dari seluruh jasa Sukarno memerdekakan negerinya, sebagian besar ada ‘ saham ‘ dari Inggit yang mendampinginya dalam jalan panjang yang bukan bertabur bunga.

Senin, 17 Maret 2014

blogger vs sby

London tahun 1579. Seantero Kerajaan Inggris Raya heboh karena ada pamflet yang berisi menanyakan benar tidaknya desas desus perkawinan Ratu Elizabeth I dengan seorang bangsawan Perancis. John Stubbe sebagai penulis dan Hugh Singleton sebagai pencetak mempertanyakan apa logikanya bersatunya dua pemimpin yang selalu berperang itu. Ratu marah karena ada orang yang berani mengomentari kekuasaannya. Keduanya masuk penjara dengan tuduhan menyebarkan berita bohong yang dikategorikan sebagai pemberontakan. Kelak keduanya dijatuhi hukuman potong tangan kanan. Stubbe tetap setia terhadap ratu. Bahkan ia menghormati ratu dengan tangan kirinya kelak. Sementara hukuman untuk Singleton dibatalkan. KIsah itu adalah catatan sejarah ketika pertama kali hukum – penguasa – bisa menuntut seseorang ke dalam penjara atas dasar tulisan yang dibuatnya. The Charter oh human rights and principles for the internet yang dikembangkan oleh Internet Rights and Principles Coalition, pertama mendefinisikan kebebasan online untuk berekspresi termasuk kebebasan untuk menyatakan protes, kebebasan dari penyensoran, hak atas informasi, kebebasan media, dan kebebasan dari kebencian ( hate speech ). Visioner sejak awal membayangkan internet sebagai dunia tanpa batas, di mana aturan hukum dan norma-norma sehari hari tidak berlaku. Kebebasan berekspresi telah dibayangkan sebagai hak, sebuah fitur dari dunia maya. Pertanyaannya kebebasan yang bagaimana ? Ini menjadi berita ketika seorang blogger Kompasiana, Sri Mulyono harus menghadapi somasi yang dilayangkan oleh pengacara yang ‘diduga’ mewakili Presiden SBY. Somasi terkait tulisan Sri Mulyono di Kompasiana berjudul “Anas: Kejarlah Daku Kau Terungkap“. Sang penulis blog berdalih, kebebasan berekpresinya telah terciderai dengan somasi ini. Secara tidak langsung ia menggalang dukungan dan simpati dari para kompasianer, Blogger Kompasiana melalui postingan berikutnya. Namun menariknya, tidak semua blogger merasa harus mendukungnya. Bahkan banyak yang meminta agar Sri Mulyono membuktikan bahwa apa yang telah ditulisnya. Fenomena ini menunjukan bahwa solidaritas blogger tidak sepenuhnya harga mati. Hal ini karena perseteruan yg terjadi lebih kental ‘aroma’ politiknya daripada sekadar ancaman terhadap kebebasan blogger itu sendiri. Sri Mulyono adalah seorang aktivis dari ormas PPI – Perhimpunan Pergerakan Indonesia bentukan Anas Urbaningrum yang kini menjadi lawan SBY. Sri Mulyono sendiri menantang SBY untuk membantah tulisannya dengan tulisan lain. Menurutnya, tradisi berpolemik melalui tulisan merupakan budaya para tokoh kebangsaan di era pergerakan nasional saat memeperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Budaya intelektual yang terus dilestarikan, untuk pembelajaraan politik bagi masyarakat. Tentu implikasi sebuah tulisan di internet tidak sederhana itu. Apakah fakta atau berita fitnah bisa disikapi dengan hanya dengan hak jawab atau bantahan, ketika berita awalnya sudah tersebar secara viral. Membandingkan dengan analogi polemik Sukarno dan Hatta di koran “ Fikiran Ra’yat “ pada awal tahun 1930an, juga tidak sepenuhnya tepat, kalau berkaca pada efek viral sebuah pemberitaan. Jaman itu hampir 95 % rakyat Indonesia buta huruf, sehingga tuduhan Hatta, bahwa Sukarno seorang yang lemah dan cengeng atau tuduhan Sukarno bahwa Hatta pengkhianat karena menerima tawaran menjadi anggota Partai Sosialis Merdeka ( Onafhankelijke Socialistisch Partij ), hanya dapat dibaca segelintir kalangan terdidik. Sementara Indonesia Internet Survey 2013 yang dibesut oleh Merketeers bersama MarkPlus Insight, mencatat 74 juta orang pengguna internet. Mahkamah Konstitusi pernah menolak permohonan uji materil 2 pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 ( ayat 3) UU ITE yang menyebutkan. ‘ Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik ‘. Dalam sidang dipimpin sang ketua sendiri. Moh. Mahfud MD beralasan, korban yang terjadi dengan menggunakan sarana dunia maya menyebabkan korban menderita untuk waktu lama. Dampak pencemaran nama baik ini atau penghasutan lewat internet begitu luas. Tak ada batas ruang dan rentang waktu. Demikian dalil MK. Prof Oemar Seno Adjie mengatakan jurnalisme yang bertanggung jawab hanya jika isinya tidak menyinggung masalah penghinaan, penghasutan, pernyataan terhadap agama, pornografi, berita bohong, tidak menyiarkan berita yang mengganggu keamanan nasional dan pemberitaan yang menghambat jalannya peradilan. Blogger sebagai bagian dari jurnalisme warga bisa memakai rambu rambu tersebut. Seorang penulis harusnya sudah memikirkan segala implikasi yang mungkin timbul ketika dia menerbitkan postingan. Bahwa ada orang yang akan mempertanyakan keabsahan atau benar salah tulisannya. Tanggung jawab itu melekat sejak dia memikirkan konsep tulisan. Disisi lain somasi atau tuntutan hukum bisa dipandang berlebihan karena berpotensi memasung kebebasan mengemukakan pendapat. Lebih jauh lagi, bisa saja sebuah tulisan dianggap mengandung muatan pencemaran atau penghinaan, dari kaca mata personal yang subyektif. Ini seperti pasal karet semacam Hatzaai Artikelen yang kerap dipakai penguasa orde baru. Sebagai blogger kita bisa cemas, kalau ada yang tidak menerima bentuk tulisan kritis dalam blog. Padahal Blog bisa menjadi wadah untuk menyalurkan keluhan terhadap keseharian, pelayanan publik, penipuan produk atau hak warga Negara. Sebenarnya soal pencemaran nama baik atau penghinaan telah diatur oleh KUHP pasal 310 dan 311. Kontsitutusi kita telah mengenal dan mengakui adanya kekebasan pers. Dalam pasal 28 UUD 45 menegaskan adanya kemerdekaan untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, yang lain tidak lain adalah kemerdekaan pers. Jika ini induk dari segala bentuk undang undang di negeri ini mestinya UU yang yang bertentangan harus batal demi hukum. Dalam kehidupan demokrasi saat ini, kita memang tidak bisa melarang hak hak orang yang terganggu dengan sebuah pemberitaan. Adagium balaslah sebuah kritik tulisan dengan tulisan lain memang masih relevan. Alih alih somasi atau legal action, sebaiknya perselisihan bisa dicoba memakai acuan delik pers jika terjadi perselisihan. Jika tidak puas baru maju ke pengadilan. Sebagaimana yang dikatakan Frank La Rue, The internet is a “ plaza publica ‘ – a public place where we can all participate – Namun kita harus sepakat bahwa partisipasi publik itu harus diimbangi dengan tanggung jawab.

Jumat, 14 Maret 2014

selamat datang capres Jokowi

Tunai sudah janji Megawati kepada publik, bahwa dia memang tidak berambisi menjadi Presiden RI berikutnya. Siang ini di kantor DPP, ia memberikan surat mandat penunjukan Jokowi sebagai calon Presiden dari PDIP. Surat mandat itu menjadi sangat heroic karena ditulis dengan tangannya sendiri. Tiba tiba saya teringat coretan tangan Bung Karno ketika menuliskan kata kata yang rumusan proklamasi hasil diskusi dengan Hatta dan Achmad Soebardjo. Kenapa Jokowi ? Mungkin Mega juga tak kuasa menahan desakan publik yang sebagian besar menginginkan PDIP mencalonkan selekasnya figure bekas walikota Solo itu. Tapi yang menarik adalah kalimat dalam surat mandat itu. ” Jokowi sebagai petugas partai “. Apakah ini sebagai kunci untuk Jokowi agar tidak melenceng dari garis partai kelak ? Tapi teman saya yang menjadi caleg PDIP untuk Dapil di Jawa timur sangat bergembira, karena cukup dengan blusukan dan mengatakan kepada konstituennya ‘ dapat salam dari Mas Jokowi ‘. Cara ini akan mempermudah mendulang suara. Kenapa tidak ? Ini pasti mengagetkan, karena selama ini sinyal Pencapresan dari parati moncong putih selalu digembar gemborkan akan dilakukan setelah pileg. Penantian ini, tentu membuat partai ( termasuk Megawati ) diserang para pendukung Jokowi. Akun akun di social media menuduh Megawati masih memiliki ambisi menjadi Presiden. Apa yang terjadi hari ini memang membuat akun akun itu tiba tiba jadi mingkem. Mak klakep. Saya harus memberi apresiasi kepada Ibu Ketum PDIP yang berani mendengar suara rakyat serta mengambil momentum. Karena politik adalah momentum. Megawati juga belajar dari 10 tahun menjadi oposisi, dan menjadi lebih arif dan waskkita. Ia juga terus mendorong untuk melakukan regenerasi di partainya. Puan Maharani, Rieke, Ganjar Pranowo nama nama yang terus moncer. Sekarang bisakah Jokowi menjawab tantangan itu. Ekspekstasi rakyat terlalu tinggi untuk tidak dikecewakan. Presiden tidak hanya punya pendukung massa partai atau rakyat yang terpesona dengan penciraan. Tapi juga nyali dan juga visi, kemana akan membawa negeri ini. Kita sudah terlalu lama stagnan. Korea Selatan awal tahun 60an jauh lebih miskin daripada Indonesia. Sekarang siapa yang ketinggalan ? Saya ( rakyat ) butuh pemimpin yang punya nyali untuk menggerus ormas ormas fanatik yang mengancam kebinekaan negeri. Punya keberanian menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi. Berani menggebrak meja perundingan dengan korporasi multinasional tentang pengelolaan hasil bumi Indonesia yang lebih menguntungkan kita. Bung Karno pasti menangis melihat awal kekuasaan orde baru, ketika lawyer lawyer dan korporasi pertambangan, produk consumer, bank asing yang membagi bagi ‘kue’ Indonesia dalam sebuah pertemuan di Genewa tahun 1967. Sejarah tak bisa diulang tapi bisa ditulis untuk catatan yang lebih bagus buat anak cucu kita. Presiden bukan juga melulu karena blusukan. Butuh manajemen mumpuni serta integritas. Bangsa ini terlalu besar dan kompleks permasalahannya. Pemimpin harus bisa memberi contoh, turun tangan. Mestinya Jokowi bisa. Tiba tiba saya teringat pidato Bung Karno, “ Saya ini penah pegang sapu, nyapu apa ? nyapu kakusnya pelayan pelayan. Saya marah kepada mereka. Saya bentak. Tapi dalam membentak saya kasih contoh. Kasih sapu ! saya sapu kakus kakus mereka. Kasih air. Saya schrob ( sikat ) kakus kakus mereka “ Kini langkah selanjutnya ada di tangan Jokowi, sang capres yang digadang gadangkan bakal menjadi pemenang. Jika mengutip ucapan Pramudya Ananta Toer saat mendorong Budiman Sudjatmiko 15 tahun lalu sebagai calon Presiden, mestinya kita bisa mengutip kata kata Pram itu sekarang, untuk orang yang berbeda “ Selamat datang Jokowi, calon Presiden. Mereka capres yang dungu akan menyingkir tersipu sipu