Jumat, 14 Maret 2014

selamat datang capres Jokowi

Tunai sudah janji Megawati kepada publik, bahwa dia memang tidak berambisi menjadi Presiden RI berikutnya. Siang ini di kantor DPP, ia memberikan surat mandat penunjukan Jokowi sebagai calon Presiden dari PDIP. Surat mandat itu menjadi sangat heroic karena ditulis dengan tangannya sendiri. Tiba tiba saya teringat coretan tangan Bung Karno ketika menuliskan kata kata yang rumusan proklamasi hasil diskusi dengan Hatta dan Achmad Soebardjo. Kenapa Jokowi ? Mungkin Mega juga tak kuasa menahan desakan publik yang sebagian besar menginginkan PDIP mencalonkan selekasnya figure bekas walikota Solo itu. Tapi yang menarik adalah kalimat dalam surat mandat itu. ” Jokowi sebagai petugas partai “. Apakah ini sebagai kunci untuk Jokowi agar tidak melenceng dari garis partai kelak ? Tapi teman saya yang menjadi caleg PDIP untuk Dapil di Jawa timur sangat bergembira, karena cukup dengan blusukan dan mengatakan kepada konstituennya ‘ dapat salam dari Mas Jokowi ‘. Cara ini akan mempermudah mendulang suara. Kenapa tidak ? Ini pasti mengagetkan, karena selama ini sinyal Pencapresan dari parati moncong putih selalu digembar gemborkan akan dilakukan setelah pileg. Penantian ini, tentu membuat partai ( termasuk Megawati ) diserang para pendukung Jokowi. Akun akun di social media menuduh Megawati masih memiliki ambisi menjadi Presiden. Apa yang terjadi hari ini memang membuat akun akun itu tiba tiba jadi mingkem. Mak klakep. Saya harus memberi apresiasi kepada Ibu Ketum PDIP yang berani mendengar suara rakyat serta mengambil momentum. Karena politik adalah momentum. Megawati juga belajar dari 10 tahun menjadi oposisi, dan menjadi lebih arif dan waskkita. Ia juga terus mendorong untuk melakukan regenerasi di partainya. Puan Maharani, Rieke, Ganjar Pranowo nama nama yang terus moncer. Sekarang bisakah Jokowi menjawab tantangan itu. Ekspekstasi rakyat terlalu tinggi untuk tidak dikecewakan. Presiden tidak hanya punya pendukung massa partai atau rakyat yang terpesona dengan penciraan. Tapi juga nyali dan juga visi, kemana akan membawa negeri ini. Kita sudah terlalu lama stagnan. Korea Selatan awal tahun 60an jauh lebih miskin daripada Indonesia. Sekarang siapa yang ketinggalan ? Saya ( rakyat ) butuh pemimpin yang punya nyali untuk menggerus ormas ormas fanatik yang mengancam kebinekaan negeri. Punya keberanian menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi. Berani menggebrak meja perundingan dengan korporasi multinasional tentang pengelolaan hasil bumi Indonesia yang lebih menguntungkan kita. Bung Karno pasti menangis melihat awal kekuasaan orde baru, ketika lawyer lawyer dan korporasi pertambangan, produk consumer, bank asing yang membagi bagi ‘kue’ Indonesia dalam sebuah pertemuan di Genewa tahun 1967. Sejarah tak bisa diulang tapi bisa ditulis untuk catatan yang lebih bagus buat anak cucu kita. Presiden bukan juga melulu karena blusukan. Butuh manajemen mumpuni serta integritas. Bangsa ini terlalu besar dan kompleks permasalahannya. Pemimpin harus bisa memberi contoh, turun tangan. Mestinya Jokowi bisa. Tiba tiba saya teringat pidato Bung Karno, “ Saya ini penah pegang sapu, nyapu apa ? nyapu kakusnya pelayan pelayan. Saya marah kepada mereka. Saya bentak. Tapi dalam membentak saya kasih contoh. Kasih sapu ! saya sapu kakus kakus mereka. Kasih air. Saya schrob ( sikat ) kakus kakus mereka “ Kini langkah selanjutnya ada di tangan Jokowi, sang capres yang digadang gadangkan bakal menjadi pemenang. Jika mengutip ucapan Pramudya Ananta Toer saat mendorong Budiman Sudjatmiko 15 tahun lalu sebagai calon Presiden, mestinya kita bisa mengutip kata kata Pram itu sekarang, untuk orang yang berbeda “ Selamat datang Jokowi, calon Presiden. Mereka capres yang dungu akan menyingkir tersipu sipu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar